KAN (Kerapatan Adat Nagari)

Kerapatan Adat Nagari (disingkat KAN) adalah lembaga perwakilan permusyawaratan dan permufakatan adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di tengah-tengah masyarakat nagari di Sumatra Barat. KAN bertugas sebagai penjaga dan pelestari adat dan budaya Minangkabau.

KAN terdiri dari beberapa unsur dalam masyarakat adat Minangkabau yaitu:

  1. Para penghulu atau datuk dari setiap suku
  2. Manti, berasal dari kalangan intelektual (cerdik pandai)
  3. Malin, dari kalangan alim ulama
  4. Dubalang, yang bertugas menjaga keamanan dan keselamatan warga.

Unsur-unsur selain penghulu itu disebut sebagai Tungku Tigo Sajarangan dan apabila dimasukkan unsur penghulu maka disebut sebagai Nan Ampek Jinih (Unsur Empat Jenis).

“Keputusan-keputusan KAN menjadi pedoman bagi Kepala Desa dalam menjalankan roda Pemerintahan Desa dan wajib ditaati oleh seluruh masyarakat nagari dan aparat pemerintahan berkewajiban membantu menegakkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku” (Perda Sumatra Barat No. 13/1983, Bab IV, pasal 7, sub 2).

Menurut Hasan Basri Durin Datuk Rangkayo Mulia Nan Kuning1) Pimpinan tertinggi dalam Nagari adalah mufakat para Penghulu. Dalam perkembangannya kemudian dalam musyawarah itu diikutsertakan unsur-unsur Ulama dan Cerdik Pandai. Sebagai pimpinan musyawarah biasanya ialah Penghulu Pucuk yang lebih ditinggikan dari Penghulu-penghulu pucuk lainnya (biasanya karena asal-usulnya dari kaum yang paling dahulu menghuni Nagari tersebut) untuk yang Nagari yang menganut Koto Piliang. Di nagari-nagari yang menganut aliran Bodi Caniago biasanya dipilih di antara penghulu-penghulu Pimpinan musyawarah inilah yang kemudian menjadi penghulu Kepala, yang kemudian lagi menjadi Kepala Nagari pada zaman penjajahan Belanda.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kerapatan_Adat_Nagari